Potensi Kerusakan Transmisi Matic Akibat Prilaku Salah Pengemudi

Potensi Kerusakan Transmisi Matic Akibat Prilaku Salah Pengemudi

Percayakah Anda kalau perawatan transmisi otomatis jauh lebih mudah dibanding manual? Transmisi pintar ini akan tetap terjaga performanya selama oli transmisi yang mengalir di dalamnya tetap terjaga.

 

Kerusakan tranmisi otomatis 85% disebabkan kelalaian mengganti oli, 10% karena kesalahan pengoperasian dan 5% akibat umur pemakaian,”jelas Ricky Ricardo, pemilik bengkel transmisi otomatis Ricardo Matik di Cikokol, Tangerang.

 

Namun perlakuan yang salah terhadap transmisi ini juga bisa mengakibatkan masalah. Walau tidak fatal, kelalaian-kelalaian kecil ini menjadi awal dari kerusakan transmisi pintar Anda secara keseluruhan.

 

 

1. Tidak memindahkan posisi tuas ke N saat berhenti lama

Kadang pengendara mobil matik terbuai dengan kemudahan yang diberikannya. Termasuk ketika berhenti lama di tengah kemacetan atau saat lampu merah. Kondisi ini membuat trasnmisi bekerja ekstra lantaran harus bekerja disaat suplai udara segar terbatas.

 

Sebaiknya pindahkan posisi tuas ke N ketika Anda sedang berhenti dengan rentang waktu lebih dari 60 detik. Hal ini bertujuan agar pelumas di transmisi tidak meningkat drastis ketika menghadapi kondisi seperti itu.

 

2. Langsung tancap gas setelah memindahkan tuas ke D

Lantaran terburu-buru akibat lampu lalu lintas yang menyala hijau, kerap pengendara mobil matik langsung memindahkan posisi tuas ke D dan menginjak pedal gas seketika itu juga.

 

Padahal transmisi perlu waktu untuk melakukan proses engage  dengan memindahkan tekanan fluida ke arah torque converter.  Bila kebiasaan ini sering dilakukan, maka katup solenoid di dalam transmisi lebih mudah rusak sehingga kerusakan rentan terjadi.

 

3. Sering melakukan engine brake berlebihan

Untuk memperoleh efek engine brake,  transmisi otomatis boleh  digunakan pada posisi gigi yang lebih rendah. Namun sebaiknya lakukan perpindahan pada putaran mesin dibawah 3.000 rpm. Sebab bila di atas angka itu, bisa berakibat Akibatnya terjadilah hard friction  yang akan mengurangi umur pakai dari kopling gesek di dalam transmisi pintar ini.

 

4. Mesin bekerja di putaran yang cukup tinggi

Untuk memperoleh kemampuan berakselerasi optimal, putaran mesin pun perlu dijaga. Salah satunya dengan mempertahankan posisi gigi yang tepat agar mesin bekerja di putaran cukup tinggi.

 

Sayangnya perilaku ini tidak cocok ketika digunakan pada transmisi otomatis. Lantaran menggunakan kopling basah, membuat selip menjadi kian mudah terjadi. Apalagi bila pengemudi kerap memindahkan posisi gigi melalui tuas transmisi yang berefek pada longgarnya bearing  pada main shaft.  Kejadian ini ditandai dengan semakin lamanya perpindahan antara gigi yang ada.

 

Hal ini hanya langsung terjadi jika putaran mesin  hampir berada pada redline  saat posisi gigi diturunkan. Untuk itu hindari perpindahan gigi ke posisi yang lebih rendah pada putaran mesin mendekati redline.

 

“Kondisi ATF yang baik, akan turut menjaga performa transmisi otomatis ini. Untuk itu lakukanpergantian oli transmisi 5.000 km sekali danmengurasnya setiap 20.000 km sekali,” ujar Ricky. Namun tetap harus diingat untuk tidak melakukandown shift  di putaran mesin yang terlalu tinggi. 

 

5. Perpindahan dari posisi D ke R saat melaju

Pengoperasian tuas ketika pengendara hendak parkir, tentu memerlukan kecepatan tangan dalam memindahkan tuas. Nah, bila dilakukan dengan kasar, maka transmisi otomatis konvensional dapat berakibat kerusakan internal maupun external transmisi.

 

Di dalam, kerusakan yang terjadi pada planetary gear  dan one way clutch.  Sementara komponen di luar transmisi yang bisa terpengaruh seperti cross joint  pada as kopel, engine mounting  dan as roda pada penggerak roda depan.

 

6.  Menahan transmisi di posisi gigi 1 secara terus menerus

Kadang kebutuhan engine brake  dan performa akselerasi di jalan menurun atau menanjak yang curam memerlukan transmisi berada di posisi gigi 1. Tapi sebaiknya kondisi ini hanya dipergunakan ketika diperlukan saja.

 

Dalam kondisi normal, hal ini perlu dihindari. Sebab beban kopling semakin berat. Apalagi bila dilanjutkan dengan perpindahan ke posisi gigi yang lebih tinggi pada transmisi otomatis konvensional. Dimana masih menggunakan katup membuat performa komponen per di balik aktuator piston tersebut bisa bermasalah akibat tekanan berlebih.

 

Hal ini kemudian mengakibatkan perpindahan menjadi tidak nyaman atau menyentak. Jika sampai terjadi, terpaksa harus melakukan pengantian komponen.  

 

Perhatian!

 

Selain perilaku dalam hal pengoperasian, pemilik mobil pun perlu mengetahui beberapa hal di bawah ini:

 

 

1. Keteraturan mengganti oli transmisi

Tidak ada kampas kopling transmisi yang awet selama-lamanya. Namun semakin jarang ATF diganti, semakin besar kemungkinan kampas kopling ini terkikis habis. Ingatlah bahwaAutomatic Transmission Fluid (ATF) merupakan nyawa dari transmisi otomatis. Dengan menggunakan tekanan hidraulis, tenaga mesin bisa tersalurkan ke roda. Semakin baik kualitas oli, semakin baik pula transfer tenaga mesin ke roda.

 

2. Perhatikan spesifikasi oli

Cara pengoperasian transmisi otomatis maupunCVT (Continuous Variable Transmission) memang sama. Namun tidak dengan dengan cara kerjanya. Kedua transmisi ini mengandalkan cara kerja yang berbeda.

 

Pada transmisi otomatis, selain sebagai pelumas oli digunakan sebagai tenaga hidraulis bertekanan tinggi yang memicu perpindahan gigi dan memutar kopling hingga terjadi perpindahan tenaga ke roda. Sementara pada transmisi CVT yang memiliki hubungan mekanis, tekanan oli yang dihasilkan torque converter  selain menyalurkan tenaga juga mengatur diameter puli sebagai. Pelumas juga berfungsi sebagai pelindung dan pelumas.

 

Itu sebabnya sangat penting untuk mengenali jenis tranmisi otomatis yang ada di mobil Anda. Untuk lebih mudahnya, ganti saja oli transmisi mobil sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan produsen kendaraan. Jangan sekali-sekali menggunakan ATF biasa untuk transmisi CVT.

Comments

Popular Posts